Posted by : Buda Patrayasa
Saturday, January 14, 2012
Film Hachi - A Dog’s Tale adalah sebuah film drama
Amerika 2009 yang disadur ulang dari film Jepang produksi 1987, Hachiko
Monogatari yang dibintangi oleh Nakadai dan film tersebut pernah
menggemparkan Jepang, dan mencetak rekor penjualan tiket sebesar 4
milyar Yen.
Seekor anjing setia Hachiko adalah sebuah kisah nyata
yang terjadi pada 1924 di Jepang. Hachiko, anjing ras Akita, oleh
tuannya Ueno Hidesa-buro dibawa pindah ke Tokyo. Ueno adalah profesor
jurusan ilmu pertanian di Universitas Tokyo. Setiap pagi Hachiko selalu
berada di depan pintu rumah mengantar keberangkatan Ueno ke kantor, dan
senja harinya ia berlari ke Stasiun KA Shibuya menyambut kedatangan
tuannya dari kantor.
Kebahagiaan dan kebersamaan
mereka terus berlangsung hingga 1925. Pada suatu malam, Ueno tahu-tahu
tidak pulang seperti biasanya, ia mendadak terserang stroke di
universitas dan tidak tertolong lagi. Sejak itu ia tak pernah kembali ke
stasiun kereta api di mana temannya si Hachiko tetap setia menunggu.
Sepeninggal
Ueno Hidesaburo, Hachiko dipelihara oleh Kobayashi Kikusaburo, namun
Hachiko seringkali melarikan diri dari rumah Kobayashi dan secara rutin
kembali ke tempat tinggalnya yang lama. Hachiko tidak mengetahui kalau
tuannya telah meninggal.
Setelah berkali-kali
kecewa, ia mulai menyadari tuannya sudah tak tinggal di rumah lama itu
lagi. Maka ia berlari ke Stasiun Shibuya, karena teringat dahulu selalu
menjemput tuannya pulang dari kantor di tempat itu. Setiap hari, ia
berdiam menanti kedatangan Ueno Hidesaburo, akan tetapi setiap hari ia
selalu pulang dengan kecewa, tak menemukan tuannya diantara kerumunan
penumpang.
Hal itu berlangsung selama 10 tahun.
Hachiko selalu muncul tepat waktu di stasiun setiap senja dan menanti KA
merapat di peron. Suatu ketika, seorang murid Ueno Hidesaburo menemukan
Hachiko di stasiun itu dan mengikutinya kembali ke rumah Kobayashi.
Dari
cerita Kobayashi ia mengetahui kisah Hachiko. Tak lama kemudian, murid
itu mempublikasikan artikel tentang anjing ras dari Kabupaten Akita dan
di dalam laporan itu tercakup kisah tentang Hachiko.
Pada
1932, artikel tersebut dimuat di sebuah surat kabar terbesar di Tokyo,
maka seketika Hachiko mencuri perhatian seluruh masyarakat Jepang.
Kesetiaan terhadap tuannya telah mengharukan rakyat Jepang. Para guru
dan wali murid menjadikan Hachiko sebagai contoh kesetiaan terhadap
keluarga dalam mendidik anak, ia telah mengajarkan kepada masyarakat
mengenai cinta dan kesetiaan tulus yang pantang menyerah. Mereka
menyebutnya “Anjing setia”.
Pada April 1934,
warga setempat mendirikan patung tembaga Hachiko di depan Stasiun
Shibuya. Hachiko sendiri juga menghadiri acara pembukaan patung
tersebut. Di kemudian hari, pintu masuk stasiun yang ada di dekat patung
tembaga tersebut dinamakan “Pintu masuk Hachiko”.
Dalam
film produksi AS yang berjudul Hachi - A Dog’s Tale itu, latar
belakang dan tahun kejadiannya disesuaikan dengan zaman sekarang serta
mengambil lokasi di AS. Film ini disutradarai Lasse Hallström (peraih
penghargaan emas untuk filmnya Passion Venesia), ditulis oleh Stephen P.
Lindsey dan dibintangi aktor kondang Richard Gere yang memerankan sang
profesor.
Rasanya sulit sekali untuk tidak
menitikkan air mata ketika menonton film ini. Penantian selama 10 tahun,
bagi seekor anjing, adalah penantian seumur hidupnya. Kesetiaan dan
penantian terhadap tuannya begitu tulus dan sederhana. Andaikata si
anjing-setia itu berharap memperoleh suatu imbalan, maka hanyalah berupa
perjumpaan kembali dengan tuannya.
Persis seperti
pada ending cerita, di mana salju turun di malam hari, sang
anjing-setia yang sudah menua sedang berbaring di tempat tak jauh dari
pintu masuk stasiun. Ia perlahan-lahan menutup kedua matanya. Dalam
penantian sebelum ajal, sang tuan mendadak muncul dari pintu masuk
stasiun, lalu ia berlari menubruk tuannya.
Perjumpaan
adalah takdir pertemuan, tidak hanya antara manusia, namun juga antara
manusia dengan anjing. Setelah si profesor di stasiun memungut kembali
si anjing setia Hachiko yang tercampakkan; kesetiaan, kasih dan
kerinduan adalah segalanya bagi anjing-setia Hachiko. Kesetiaan tulus
dan kasih yang teguh semacam ini mirip dengan tindakan balas budi.
Saya
mengusap air mata haru dan dalam sekejab menyadari, barangkali bukan
sepenuhnya disebabkan oleh kisah Hachiko itu sendiri, tetapi lebih
karena di dalam umat manusia dan masyarakat realita zaman sekarang,
hilangnya kesetiaan dan kasih – kefanaan dan ketakberdayaan – tuntutan
pendambaan nurani manusia terhadap kesetiaan, kasih, kepercayaan,
kepedulian dan perlindungan, telah membuat saya terharu dan tercenung.
(Xia XiaoQiang/The Epoch Times/whs)